BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap manusia dari lahir hingga
kematiannya selalu berada dalam suatu lingkungan masyarakat. Setiap manusia
merupakan bagian dari suatu lingkungan hidup yang terdiri atas hubungan
individu dengan kelompok dan pola-pola organisasi serta dengan aspek yang ada
dalam masyarakat. Lingkungan sosial dapat berbentuk kesatuan-kesatuan sosial,
kelompok-kelompok sosial, atau situasi-situasi sosial. Kesatuan-kesatuan sosial
dan kelompok-kelompok sosial tersebut masing-masing memiliki aturan-aturan yang
berbeda satu dengan lainnya. Dalam masyarakat ada berbagai kelompok dan
kesatuan sosial. Warga masyarakat dapat menjadi bagian dari berbagai kelompok
dan kesatuan sosial tersebut. Di satu pihak dia termasuk dalam suatu kesatuan
sosial menurut aturan-aturan kekerabatan dan organisasi di tempat tinggalnya.
B. Rumusan Masalah
·
Memahami struktur sosial serta
berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial.
·
Menganalisis faktor penyebab konflik
sosial dalam masyarakat.
C. Tujuan Penulisan
Agar tugas mid.semester dari
mata kuliah ini bisa terselesaikan dengan baik. Dan agar kita dapat mengetahui
penjelasan tentang struktur sosial dalam fenomena kehidupan.
BAB
II
STRUKTUR
SOSIAL DALAM FENOMENA KEHIDUPAN
A.Pengertian Struktur Sosial
Ada beberapa
pengertian struktur sosial sebagai berikut.
1.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia
Struktur sosial ialah konsep
perumusan asas-asas hubungan antarindividu dalam kehidupan masyarakat yang
merupakan pedoman bagi tingkah laku individu.
2.
Soerjono
Soekanto
Struktur sosial mengacu pada
hubungan-hubungan sosial yang lebih fundamental yang memberikan bentuk dasar
pada masyarakat yang memberikan batas-batas pada aksi-aksi yang mungkin
dilakukan secara organisatoris.
3.
Basrowi
Struktur sosial mencakup
berbagai hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu
tertentu yang merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial. Selain
mengandung unsur kebudayaan, struktur sosial juga mencakup seluruh prinsip
hubungan-hubungan sosial yang bersifat tetap dan stabil.
4.
Peter M. Blau
Struktur sosial ialah
penyebaran secara kuantitatif warga komunitas di dalam berbagai posisi sosial
berbeda memengaruhi hubungan di antara mereka (termasuk di dalamnya hubungan
konflik).
B.Bentuk-Bentuk Struktur
Sosial
Soerjono Soekanto menyatakan
bahwa masyarakat memiliki bentuk-bentuk strukturalnya, seperti
kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial serta
kekuasaan.
1). Kelompok Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup
sendiri. Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa sejak dilahirkan manusia mempunyai
dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan
manusia lain dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut,
manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan kehendaknya. Semuanya itu
menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau social group dalam kehidupan manusia.
Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan
manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan
timbal balik yang saling pengaruh memengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk
saling tolong menolong.
Tidak semua
himpunan manusia dapat disebut kelompok sosial. Soerjono Soekanto menyebutkan
bahwa kelompok sosial memerlukan beberapa persyaratan tertentu sebagai berikut.
a. Adanya
kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan bagian dari kelompok
yang bersangkutan.
b. Adanya
hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya.
c. Ada
faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antar mereka bertambah erat. Hal
ini dapat timbul karena nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang
sama, atau ideologi politik yang sama. Ada juga faktor lain yaitu musuh bersama
yang dapat menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
d. Berstruktur,
berkaidah, dan memiliki pola perilaku.
e. Bersistem
dan berproses.
Tipe-tipe kelompok sosial dapat
ditinjau dari berbagai sudut atau berdasarkan atas berbagai kriteria kelompok
sosial pada dasarnya dibedakan sebagai berikut.
a. Kelompok-kelompok
sosial yang teratur
1) Berdasarkan
atas besar kecilnya jumlah anggota kelompok
a) Kelompok
primer (primery group) dan kelompok sekunder (secondary group)
b) Paguyuban
(gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft)
c) In group
dan out group
d) Kelompok
okupasional dan volunter
2) Berdasarkan
atas derajat organisasinya, yaitu kelompok formal (formal group) dan kelompok
informal (informal group)
3) Berdasarkan
atas interaksi, yaitu kelompok referensi (reference group) dan kelompok
membership (membership group)
b. Kelompok-kelompok
sosial yang tidak teratur
1) Kerumunan
(crowd)
2) Publik
2).Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu
buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Artinya,
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
a.Pengertian Kebudayaan
Pada umumnya kebudayaan diartikan hasil seni, keindahan, dan
tari-tarian. Akan tetapi, pengertian kebudayaan ternyata sangat luas seperti
berikut.
1)
Kamus Besar
Bahasa Indonesia
a) Hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian, dan adat istiadat.
b) Keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
2)
Edward B. Tylor
Kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
3)
Koentjaraningrat
Kebudayaan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
4)
R. Linton
Kebudayaan adalah konfigurasi
dari tingkah laku yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh
anggota dari masyarakat tertentu.
5)
Selo Soemarjan
dan Soelaiman Soemardi
Kebudayaan itu adalah semua
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan
teknologi dan kebudayaan kebendaan atau menguasai alam sekitarnya agar kekuatan
serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
6)
Andreas Eppink
Kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain serta segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
b.Kebudayaan dan Peradaban
Disamping istilah kebudayaan terdapat istilah peradaban.
Peradaban dalam istilah bahasa Inggris, yaitu civillzation, yang biasanya
dipakai untuk menyebut bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang
halus, maju, dan indah. Istilah peradaban juga sering dipakai untuk menyebut
suatu kebudayaan yang memiliki sistem
teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan
masyarakat kota yang maju serta kompleks.
c.Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.
1)
Gagasan (Wujud
Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah
kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
atau peraturan yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup
bersama dalam suatu masyarakat dan memberi jiwa kepada masyarakat itu.
Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu
berkaitan menjadi suatu sistem yang disebut sistem budaya (cultural system).
Gagasan-gagasan itu berfungsi untuk
mengatur, mengendalikan, dan memberi arah pada tingkah laku manusia di dalam
masyarakat.
Kebudayaan ideal sebagai adat tata kelakuan atau dalam
bentuk jamak disebut adat istiadat. Adat sendiri terdiri atas lapisan-lapisan
yang paling abstrak dan luas sampai kepada yang paling konkret dan terbatas.
Lapisan yang paling abstrak adalah nilai budaya, diikuti oleh sistem
norma-norma sistem hukum dan peraturan-peraturan aktivitas dalam kehidupan.
2)
Aktivitas
(Tindakan)
Aktivitas adalah wujud
kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud
ini sering pula disebut dengan sistem sosial (social system). Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat diamati serta didokumentasikan. Contohnya, dalam budaya
ideal Jawa diketahui bahwa adat mempunyai pandangan keramat terhadap sesuatu
hal atau benda maka pada wujud aktivitas dapat dilihat secara nyata pada
kebiasaan orang Jawa yang menyediakan sesajen pada tempat-tempat tertentu yang
dianggap keramat.
3)
Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud
kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud
kebudayaan. Contoh artefak adalah gedung, pesawat, komputer, alat-alat kerja,
alat-alat rumah tangga, model pakaian, dan model perhiasan.
Dalam kehidupan bermasyarakat antara wujud kebudayaan
yang satu dengan wujud kebudayaan yang lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan.
Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur, memberi arah kepada tindakan
(aktivitas) dan karya (artefak) manusia. Baik gagasan maupun tindakan dan karya
manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan
fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin
menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga memengaruhi pula
pola-pola perbuatannya dan cara berpikirnya.
d.Unsur-unsur Kebudayaan yang
Universal
Menurut C. Kluckhohn, terdapat tujuh unsur kebudayaan yang
bersifat universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut pada setiap kebudayaan dari
semua manusia di manapun berada. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah
sebagai berikut.
1)
Peralatan dan
Perlengkapan Hidup Manusia (Teknologi)
Teknologi menyangkut
cara-cara atau teknik memproduksi, memakai serta memelihara segala peralatan
dan perlengkapan. Misalnya, pakaian (cara menjahit, model, dan cara memakai),
perumahan (alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, atau alat-alat
transportasi).
2)
Mata Pencarian
Mata pencarian hidup dan
sistem-sistem ekonomi yang terdapat dalam suatu masyarakat antara lain
pertanian, peternakan, sistem produksi, atau sistem distribusi.
3)
Sistem
Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan,
meliputi sistem kekerabatan, organisasi sosial, organisasi politik, sistem
hukum, atau sistem perkawinan. Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat
dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang
bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa
keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota
kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman,
bibi, kakek, nenek, dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada
beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga
besar, seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di
masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain, seperti keluarga
inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk
oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang
berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan
negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk
organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka
capai sendiri.
4)
Bahasa (Lisan
maupun Tertulis)
Bahasa adalah alat atau
perwujudan budaya yang dipergunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau
berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat) dengan
tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang
lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat,
tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya
dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi
fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat
untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi serta
adaptasi sosial. Fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan
dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari
naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan serta teknologi.
5)
Kesenian (Seni
Rupa, Seni Suara, atau Seni Gerak)
Kesenian mengacu pada nilai
keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan
yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita
rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang
sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
6)
Sistem
Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan
harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut
logika atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error). Sistem
pengetahuan tersebut dikelompokkan, menjadi pengetahuan tentang alam,
pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan, hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang
manusia (tubuh, sifat, dan tingkah laku) serta pengetahuan tentang ruang dan
waktu.
7)
Religi (Sistem
Kepercayaan)
Pengetahuan, pemahaman, dan
daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam
sangatlah terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa
tertinggi dari sistem jagad raya ini yang juga mengendalikan manusia sebagai
salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan ini, baik secara individual
maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau
sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta. Agama dan sistem kepercayaan
menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah,
tertimpa musibah, dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan
manusia itu sendiri. Agama dan sistem kepercayaan lainnya sering kali
terintegrasi dengan kebudayaan. Agama dalam bahasa inggris religion, yang
berasal dari bahasa latin religare, yang berarti “menambatkan” adalah sebuah
unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia.
e.Kebudayaan Khusus
(Sub-culture)
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan
(sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal
perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur oleh
beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas,
estetik, agama, pekerjaan, pandangan politik, dan gender.
Soerjono
Soekanto menyebutkan beberapa tipe kebudayaan khusus (sub-culture) yang
memengaruhi bentuk kepribadian.
1) Kebudayaan-kebudayaan
khusus atas dasar faktor kedaerahan
2) Cara
hidup di kota dan di desa yang berbeda
3) Kebudayaan
khusus kelas sosial
4) Kebudayaan
khusus atas dasar agama
5) Kebudayaan
berdasarkan profesi
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat
ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan
asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan
kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang
datang, watak dari penduduk asli, keefektifan, dan keintensifan komunikasi
antarbudaya serta tipe pemerintahan yang berkuasa. Cara-cara itu dikelompokkan
sebagai berikut.
1) Monokulturalisme
Pemerintah mengusahakan terjadinya
asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu
dan saling bekerja sama.
2) Leitkultur (Kebudayaan Inti)
Dalam leitkultur, kelompok minoritas
dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan
dengan kebudayaan induk yang ada dalam mesyarakat asli.
3) Meiting Pot
Kebudayaan imigran/asing berbaur dan
bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
4) Multikulturalisme
Sebuah kebijakan yang mengharuskan
imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing
dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
3).Lembaga Sosial
Istilah lembaga berasal dari kata institution yang menunjuk
pada pengertian tentang sesuatu yang telah mapan. Dalam pengertian sosiologi
lembaga diartikan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan
masyarakat. Soerjono Soekanto menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan untuk
istilah lembaga sosial (social institution). Istilah lembaga kemasyarakatan
digunakan karena pengertian lembaga lebih menunjuk pada sesuatu bentuk,
sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma
dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut.
Fungsi
lembaga kemasyarakatan, yaitu sebagai berikut.
a. Pedoman
dalam bertingkah laku dalam menghadapi masalah dalam masyarakat terutama
menyangkut kebutuhan pokok.
b. Menjaga
keutuhan masyarakat.
c. Merupakan
pedoman sistem pengendalian sosial di masyarakat.
a.Proses Pertumbuhan Lembaga
Kemasyarakatan
1) Norma-Norma Masyarakat
Hubungan antarmanusia di masyarakat dapat terwujud yang diharapkan
karena adanya norma-norma dalam masyarakat. Norma-norma tersebut pada mulanya
terbentuk secara tidak sengaja. Akan tetapi, lama-kelamaan norma-norma tersebut
dibuat secara sadar. Misalnya, dalam proses jual beli. Dahulu seorang perantara
tidak perlu mendapat
bagian dari keuntungan
sekaligus ditetapkan dari siapa akan mendapatkan bagian (dari pembeli atau
penjual).
Norma merupakan
aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan
menekan orang perorangan, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan untuk
mencapai nilai-nilai sosial. Kekuatan mengikat norma-norma yang ada di dalam
masyarakat berbeda-beda. Untuk dapat membedakan kekuatan yang mengikat
norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal beberapa norma sebagai berikut.
a) Cara
(Usage)
Cara (usage) menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini
memiliki kekuatan yang sangat lemah jika dibandingkan dengan kebiasaan
(folksways). Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antarindividu dalam
masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman
yang berat, tetapi hanya sekadar celana dari orang lain yang berinteraksi
dengannya atau dinyatakan tidak sopan. Misalnya, orang memiliki cara
masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan
bunyi, ada pula yang mengeluarkan bunyi sebagai tanda rasa kepuasannya
menghilangkan kehausan. Cara yang kedua biasanya dianggap sebagai perbuatan
tidak sopan. Jika cara tersebut diperlakukan ada kemungkinan orang yang diajak
minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.
b) Kebiasaan
(Folksways)
Kebiasaan (folksways) menunjuk pada perbuatan yang
diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Norma ini memiliki kekuatan mengikat yang
lebih besar daripada cara (usage). Kebiasaan sebagai perbuatan yang
diulang-ulang dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak
menyukai perbuatan tersebut. Sanksi yang diberikan biasanya berupa teguran,
sindiran, atau pergunjingan. Misalnya, kebiasaan memberikan hormat pada orang
lain yang lebih tua. Jika perbuatan tadi tidak dilakukan akan dianggap sebagai
suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat dan setiap orang
akan menyalahkan penyimpangan tersebut.
c) Tata
kelakuan (Mores)
Tata kelakuan (mores) merupakan kebiasaan yang tidak dianggap
semata-mata sebagai cara perilaku saja, tetapi diterima sebagai norma-norma
pengatur. Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran
agama, atau ideologi yang dianut oleh masyarakat. Tata kelakuan yang
mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan
sebagai alat pengawas, secara sadar, maupun tidak sadar oleh masyarakat
terhadap anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan
di lain pihak melarangnya sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota
masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
Tata kelakuan sangat penting karena alasan-alasan berikut.
(1) Tata
kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga
merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota
masyarakat melakukan suatu perbuatan. Setiap masyarakat memiliki tata kelakuan
masing-masing yang seringkali berbeda satu dengan yang lainnya karena tata
kelakuan timbul dari pengalaman masyarakat yang berbeda-beda dari
masyarakat-masyarakat yang bersangkutan.
(2) Tata
kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya. Di satu pihak tata
kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata
kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Di lain pihak mengusahakan agar
masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan dirinya
dengan tata kelakuan yang berlaku.
(3) Tata
kelakuan menjaga solidaritas antaranggota masyarakat. Setiap masyarakat
mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal hubungan antara pria dengan wanita
yang berlaku bagi semua orang, dengan semua usia, untuk segala golongan
masyarakat, dan sebagainya. Tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama
antara anggota-anggota masyarakat serta mendorong tercapainya integrasi sosial
yang kuat.
d) Adat
Istiadat (Custom)
Adat istiadat (custom) merupakan tata kelakuan yang kekal
serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Adat istiadat
merupakan norma yang tidak tertulis, tetapi memiliki kekuatan mengikat yang
lebih besar terhadap anggota masyarakatnya sehingga anggota masyarakat yang
melanggarnya akan menerima sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak
langsung diperlakukan. Biasanya orang yang melakukan pelanggaran tersebut
dikeluarkan dari masyarakat. Seluruh keturunan, keluarga bahkan seluruh suku
dapat tercemar, sampai pelanggar dapat mengembalikan keadaan yang semula. Untuk
menghilangkan kecemaran tersebut, terkadang diperlukan suatu upacara adat
khusus yang membutuhkan biaya besar sekali.
e) Hukum
(Laws)
Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan
tertulis. Ketentuan sanksi terhadap pelanggar norma ini paling tegas jika
dibandingkan dengan norma-norma yang lain.
Norma-norma tersebut
setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari
lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan
(institutionalization), yaitu suatu proses yang dilalui suatu norma yang baru
untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Suatu norma
tertentu dikatakan telah melembaga (institutionalized), jika norma tersebut
oleh masyarakat diketahui, dipahami atau dimengerti, ditaati, dan dihargai
dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pelembagaan
sebenarnya tidak berhenti sampai pada tahap tersebut, tetapi dapat berlangsung
lebih jauh lagi sehingga suatu norma kemasyarakatan menjadi internalized
(mendarah daging). Pada taraf perkembangan ini, para anggota masyarakat dengan
sendirinya ingin berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Norma dapat
dibedakan antara norma atau kaidah-kaidah yang mengatur pribadi manusia dan
hubungan antarpribadi. Kaidah-kaidah pribadi mencakup norma agama (kepercayaan)
yang bertujuan agar manusia beriman dan norma kesusilaan yang bertujuan agar
manusia mempunyai hati nurani yang bersih. Kaidah antarpribadi mencakup norma
kesopanan yang bertujuan agar manusia bertingkah laku dengan baik di dalam
pergaulan hidup dan norma hukum yang bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup
bersama yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
2)
Sistem
Pengendalian Sosial (Social Control)
Sistem pengendalian sosial sebagai pengawasan oleh masyarakat
terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparaturnya.
Pengertian pengendalian sosial sebenarnya lebih luas dari pengertian tersebut
karena mencakup segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang
bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Pengendalian sosial dapat
dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya atau mungkin dilakukan oleh
individu terhadap suatu kelompok sosial. Pengendalian sosial dapat dilakukan
oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya atau oleh suatu kelompok terhadap
individu. Semua hal tersebut merupakan proses pengendalian sosial yang dapat
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, walau seringkali manusia tidak menyadari.
Pengendalian sosial
terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan
perubahan-perubahan dalam masyarakat. Sistem pengendalian sosial bertujuan
untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan
keadilan.
a) Pengendalian
Sosial Dibedakan Berdasarkan Sifatnya
(1) Preventif
Pengertian sosial secara preventif merupakan suatu usaha
pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara
kepastian dengan keadilan. Dilakukan melalui proses sosialisasi, pendidikan
informal maupun pendidikan formal.
(2) Represif
Pengendalian sosial secara represif bertujuan untuk
mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Pengendalian ini
berwujud penjatuhan sanksi kepada anggota yang melanggar atau melakukan
penyimpangan dari norma yang berlaku.
(3) Kombinasi
Preventif dan Represif
Pengendalian ini menggunakan dua cara, yaitu preventif dan
represif. Pada awalnya pengendalian dilakukan secara preventif. Jika
pengendalian preventif tidak dipatuhi sehingga terjadi penyimpangan,
pengendalian selanjutnya dilakukan secara represif.
b) Pengendalian
Sosial Dibedakan Berdasarkan Caranya
(1) Persuasif
(Tanpa Kekerasan)
Dalam suatu masyarakat yang secara relatif berada dalam
keadaan yang tentram cara persuasif mungkin akan lebih efektif daripada
paksaan. Hal ini karena di dalam masyarakat yang tenteram sebagian besar
kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga bahkan mendarah daging di dalam
diri para warga masyarakat. Akan tetapi, bukan berarti paksaan tidak diperlukan
karena pasti akan dijumpai warga-warga yang melakukan tindakan-tindakan
menyimpang. Terkadang terhadap pelaku menyimpang diperlukan paksaan agar tidak
terjadi kegoncangan pada ketenteraman yang telah ada.
(2) Coercive
(Paksaan)
Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang
berubah karena di dalam keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi
untuk membentuk kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang
telah goyah. Walaupun demikian, cara-cara kekerasan ada pula batasnya dan tidak
selalu dapat diterapkan karena biasanya kekerasan atau paksaan secara potensial
akan melahirkan reaksi negatif. Reaksi negatif selalu akan mencari kesempatan
dan menunggu saat dimana agent of social control berada didalam keadaan lengah.
Jika setiap kali paksaan diterapkan, hasilnya bukan pengendalian sosial yang
akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar
kuat.
3)
Ciri-ciri umum
Lembaga Kemasyarakatan
Beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan menurut Gillin dan
Gillin seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto sabagai berikut.
a) Suatu
lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pola-pola pemikiran dan
pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan
hasil-hasilnya.
b) Suatu
tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga kemasyarakatan.
c) Lembaga
kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
d) Lembaga
kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
e) Lambang
biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan.
f) Suatu
lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi tertulis atau yang tidak
tertulis.
4).Stratifikasi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, di masyarakat terdapat kelompok
kaya, miskin, pengusaha, buruh, sarjana, atau tukang. Status seseorang, baik
yang berupa harta, kedudukan, atau jabatan seringkali menciptakan perbedaan
dalam menghargai seseorang. Dalam masyarakat, orang yang memiliki harta
berlimpah cenderung lebih dihargai daripada orang yang miskin. Demikian pula
orang yang lebih berpendidikan cenderung dihargai lebih daripada yang kurang
berpendidikan. Atas dasar itu, kemudian masyarakat dikelompok-kelompokkan
secara vertikal atau bertingkat-tingkat sehingga membentuk lapisan-lapisan
sosial tertentu dengan kedudukannya masing-masing.
Stratification
berasal dari kata stratum, bentuk jamak dari strata, berarti lapisan. Pelapisan
sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau
pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Pitirim A. Sorokim seperti dikutip oleh
Basrowi mendefinisikan stratifikasi
sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudan dari stratifikasi sosial adalah adanya
kelas-kelas tinggi dan kelas lebih rendah di dalam masyarakat. Stratifikasi
sosial mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu
organisasi sosial. Stratifikasi sosial selalu ada dalam setiap masyarakat, baik
pada masyarakat yang masih sederhana, maupun pada masyarakat modern.
Selama dalam
suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, sesuatu itu akan menjadi bibit yang
dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam masyarakat itu. Sesuatu yang
dihargai di dalam masyarakat dapat berupa uang atau benda-benda yang bernilai
ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, atau
mungkin juga keturunan yang terhormat. Semakin rumit dan semakin maju teknologi
suatu masyarakat akan semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat. Sistem
lapisan sosial dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk
mengejar tujuan bersama.
Stratifikasi
sosial dapat terjadi secara otomatis atau dibentuk secara sengaja untuk tujuan
bersama. Stratifikasi sosial yang terjadi secara otomatis karena faktor-faktor
yang dibawa individu sejak lahir, seperti kepandaian, usia, jenis kelamin,
keturunan, atau sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
Stratifikasi sosial yang terjadi dengan sengaja, biasanya dilakukan dalam
pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal,
seperti pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, atau angkatan
bersenjata.
Sistem
lapisan sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sabagai
berikut.
a. Distribusi
hak-hak istimewa yang objektif, seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan
(kesehatan), atau wewenang.
b. Sistem
pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan).
c. Kriteria
sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi,
keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang, atau kekuasaan.
d. Lambang-lambang
kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, atau
keanggotaan pada suatu organisasi.
e. Mudah
atau sukarnya bertukar kedudukan.
f.
Solidaritas di antara
individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki kedudukan yang sama
dalam sistem sosial masyarakat, misalnya kesamaan atau ketidaksamaan sistem
kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai kesadaran akan kedudukan masing-masing.
a.
Sifat Sistem
Lapisan Masyarakat
Terdapat tiga sifat sistem lapisan di dalam suatu masyarakat.
1)
Bersifat
Tertutup (Closed Social Stratification)
Sistem lapisan yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan
pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan
gerak ke atas atau ke bawah. Mobilitas tersebut terjadi sangat terbatas hanya
pada mobilitas horizontal saja. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya
jalan untuk menjadi anggota suatu
lapisan dalam
masyarakat adalah kelahiran. Misalnya, kasta pada masyarakat India (kasta Sudra
tidak dapat pindah ke kasta Ksatria), masyarakat feodal (kaum buruh tidak dapat
pindah ke posisi juragan/majikan), atau masyarakat yang lapisannya tergantung
pada perbedaan-perbedaan rasial (sistem apartheid yang pernah berlaku di Afrika
Selatan).
Di indonesia sistem lapisan tertutup
terjadi dalam batas-batas tertentu yang dapat dijumpai pada masyarakat Hindu
Bali. Masyarakat Hindu Bali terbagi dalam empat lapisan, yaitu Brahmana,
Satria, Waisya, dan Sudra. Tiga lapisan pertama disebut Triwangsa, sedangkan
lapisan terakhir disebut Jaba yang merupakan lapisan dengan jumlah warga
terbanyak. Keempat lapisan tersebut terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus.
Biasanya orang-orang mengetahui kasta seseorang dari gelar yang disandangnya.
Gelar-gelar tersebut diwariskan menurut garis keturunan laki-laki yang sepihak
(patrilineal), seperti Ida Bagus (gelar kasta Brahmana), Tjokorda, Dewa, dan
Ngahan (gelar kasta Satria), I Gusti dan Gusti (gelar kasta Waisya), serta
Pande, Kbon, dan Pasek (gelar kasta Sudra).
Dahulu gelar tersebut berhubungan
erat dengan pekerjaan orang-orang yang bersangkutan. Walaupun gelar tersebut
tidak memisahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi sangat penting bagi
sopan santun pergaulan. Di samping itu, hukum adat juga menetapkan hak-hak bagi
si pemakai gelar, misalnya dalam memakai tanda-tanda, perhiasan-perhiasan, atau
pakaian tertentu. Kehidupan sistem kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam
hubungan perkawinan. Seorang gadis suatu kasta tertentu umumnya dilarang
bersuamikan seseorang dari kasta yang lebih rendah.
2)
Bersifat
Terbuka (Open Social Stratification)
Di dalam sistem lapisan yang bersifat terbuka setiap anggota
masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk
naik lapisan. Bagi mereka yang tidak beruntung akan jatuh ke lapisan di
bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka memberi perangsang lebih besar kepada
setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat
daripada sistem yang tertutup. Misalnya, seorang miskin karena usahanya dapat
menjadi kaya atau sebaliknya, seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat
memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
3)
Bersifat
Campuran
Merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka.
Misalnya, seorang dari masyarakat Bali berkasta Ksatria mempunyai kedudukan
terhormat di Bali, jika ia pindah ke Jakarta, kemudian menjadi buruh, ia
memperoleh kedudukan rendah, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok
masyarakat di Jakarta.
b.
Kriteria
Lapisan Masyarakat
Ukuran atau kriteria yang umumnya dipakai sebagai dasar
pembentukan pelapisan sosial dalam masyarakat sebagai berikut.
1)
Kekayaan
Kekayaan merupakan dasar yang paling banyak digunakan dalam
pelapisan sosial masyarakat. Seseorang memiliki banyak kekayaan akan dimasukkan
ke lapisan atas dan yang mempunyai kekayaan sedikit akan dimasukkan ke lapisan
bawah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal,
benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, atau kebiasaanya
dalam berbelanja.
2)
Kekuasaan
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang yang besar
akan masuk pada lapisan atas dan tidak mempunyai kekuasaan akan masuk lapisan
bawah. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang
yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak
kaya, atau sebaliknya kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3)
Kehormatan
Orang yang paling disegani dan dihormati akan dimasukkan ke
lapisan atas. Biasanya anggota lapisan atas adalah golongan tua, mereka yang
pernah berjasa, orang-orang yang berperilaku dan berbudi luhur, atau
orang-orang yang memiliki keturunan kebangsawanan atau kehormatan. Hal ini
biasanya dijumpai pada masyarakat tradisional. Ukuran kehormatan ini dapat
terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan.
4)
Ilmu
Pengetahuan
Dasar ini dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati
lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.
Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik
(kesarjanaan) atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter,
insinyur, doktorandus, doktor atau profesor. Akan tetapi, sering timbul
akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut
lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya sehingga banyak orang yang
berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan,
misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, atau ijazah palsu.
c.
Unsur-Unsur
Lapisan Masyarakat
Dalam sosiologi, kedudukan (status) dan peranan (role)
merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan dan mempunyai arti yang penting
bagi sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan
timbal balik antarindividu dalam masyarakat dan antarindividu dengan masyarakatnya,
dan tingkah laku individu-individu tersebut. Dalam hubungan-hubungan timbal
balik tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti yang penting
karena langgengnya masyarakat tergantung pada keseimbangan
kepentingan-kepentingan individu termaksud.
1)
Kedudukan
(Status)
Status adalah suatu posisi dalam struktur sosial yang
menentukan di mana seseorang menempatkan dirinya dalam suatu komunitas dan
bagaimana ia diharapkan bersikap dan berhubungan dengan orang lain.
Dalam
masyarakat terdapat tiga macam kedudukan yang diklasifikasikan berdasarkan cara
memperolehnya sebagai berikut.
a) Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang
dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan
kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Pada umumnya ascribed status dijumpai pada
masyarakat-masyarakat dengan sistem lapisan tertutup, tetapi pada sistem
lapisan terbuka pun mungkin ada. Misalnya, kedudukan laki-laki dalam satu
keluarga, kedudukannya berbeda dengan kedudukan istri, dan anak-anaknya.
b) Pada umumnya sang ayah atau suami adalah
kepala keluarga batihnya. Untuk menjadi kepala keluarga batih, laki-laki tidak
perlu mempunyai darah bangsawan atau menjadi warga suatu kasta tertentu.
c) Achieved status, yaitu kedudukan yang dicapai
oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak peroleh
atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung
dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya.
Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim atau dokter asalkan memenuhi
persyaratan tertentu yang semuanya tergantung pada usaha-usaha dan kemampuan
yang bersangkutan untuk menjalaninya.
d) Assigned status, merupakan kombinasi dari
perolehan status karena kelahiran dan melalui usaha-usaha yang disengaja.
Status ini diperoleh melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain atas
jasa perjuangannya untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat. Contoh assigned status adalah gelar
kepahlawanan atau gelar kebangsawanan.
2)
Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status).
Jika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai denagn kedudukannya,
dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah
untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan
karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tidak ada peranan
tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.
Setiap orang
memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya.
Hal ini berarti peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya
peranan karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang
pada batas tertentu dapat meramalkan perbuatan orang lain. Hubungan-hubungan
sosial yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan
individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku,
seperti norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki jika berjalan bersama
seorang wanita harus berada di sebelah luar atau sebelah kanan wanita, ketika
di jalan raya yang bertujuan untuk melindungi wanita tersebut.
Peranan mencakup tiga hal berikut.
a) Peranan,
meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peranan merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b) Peranan
merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan
dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.
Di indonesia terdapat
kecenderungan untuk lebih mementingkan kedudukan ketimbang peran. Gejala
tersebut terutama disebabkan adanya kecenderungan kuat untuk lebih mementingkan
nilai materialisme daripada spiritualisme. Nilai materialisme yakni segala
sesuatu diukur dengan adanya atribut-atribut atau ciri-ciri tertentu yang
bersifat lahiriah dan di dalam kebanyakan hal bersifat konsumtif serta
berhubungan dengan prestise (gengsi), seperti gelar, tempat kediaman mewah,
kendaraan, atau pakaian. Hal-hal tersebut memang diperlukan, tetapi bukanlah
yang terpenting di dalam pergaulan hidup manusia. Memang perlu diakui bahwa di
indonesia peranan juga mendapatkan penghargaan tertentu, tetapi sifatnya belum
proporsional, padahal menjalankan peranan berarti melaksanakan hak dan
kewajiban secara bertanggung jawab.
Untuk memahami tentang stratifikasi sosial perlu
mengetahui diferensiasi sosial. Diferensiasi sosial dapat dilihat pada masyarakat
multikultural. Keragaman pada masyarakat multikultural di indonesia dapat
dikaji berdasarkan kriteria diferensiasi sosial. Diferensiasi sosial berbeda
dengan stratifikasi sosial.
d.
Mobilitas
Sosial (Social Mobility)
Gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam
struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu
kelompok sosial. Mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan,
ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Misalnya, seorang pensiunan pegawai
rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan menjadi seorang pengusaha dan
berhasil dengan gemilang.
Tipe-tipe mobilitas
sosial adalah sebagai berikut.
1)
Gerak Sosial
Horizontal
Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau
objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial
lainnya yang sederajat. Dengan adanya gerak sosial yang horizontal tidak
terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang ataupun suatu objek sosial.
2)
Gerak Sosial
Vertikal
Gerak sosial vertikal merupakan perpindahan individu atau
objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak
sederajat. Mobilitas sosial vertikal ada yang naik (social climbing) dan ada
yang turun (social sinking). Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua
bentuk utama, yaitu:
a) Masuknya
individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih
tinggi di mana kedudukan tersebut telah ada.
b) Pembentukan
suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari
kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut.
Gerak sosial vertikal yang turun mempunyai dua bentuk utama,
yaitu:
a) Turunnya
kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
b) Turunnya
derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai
kesatuan.
Beberapa prinsip umum mobilitas
vertikal menurut Pitirim A. Sorokin,
seperti dikutip Soerjono Soekanto
adalah sebagai berikut.
a) Hampir
tidak ada masyarakat yang sifat sistem lapisannya mutlak tertutup, dimana sama
sekali tidak ada mobilitas sosial vertikal.
b) Betapa
pun terbuakanya sistem lapisan dalam suatu masyarakat, tidak mungkin mobilitas
sosial vertikal dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya, tentunya akan terdapat
hambatan-hambatan.
c) Tidak
ada mobilitas sosial vertikal yang secara umum berlaku pada semua masyarakat.
Setiap masyarakat mempunyai ciri-ciri sendiri bagi gerak sosialnya yang
vertikal.
d) Terdapat
perbedaan laju mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, politik, dan pekerjaan.
e) Dilihat
dari sejarah, mobilitas sosial vertikal yang disebabkan faktor-faktor ekonomis,
politik, dan pekerjaan tidak ada kecenderungan yang kontinu tentang bertambah
atau berkurangnya laju mobilitas sosial. Hal ini berlaku bagi negara, lembaga
sosial yang besar, dan juga bagi sejarah manusia.
5).Kekuasaan dan Wewenang
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan
golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara dari mulai presiden sampai
kepala desa, atau bahkan ketua Rukun Tetangga (RT). Semua itu tertuju pada
otoritas. Sosiologi tidak memandang kekuasaan sebagai suatu yang baik atau
buruk, tetap sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang penting dalam
kehidupan suatu masyarakat. Kekuasaan ada dalam setiap bentuk masyarakat, baik
yang bersahaja maupun masyarakat yang kompleks. Adanya kekuasaan tergantung
dari hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasai atau dengan kata lain,
antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain
yang menerima pengaruh itu, dengan rela atau karena terpaksa. Jika kekuasaan
dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin, dan
mereka yang menerima pengaruhnya adalah pengikut-pengikutnya.
Kekuasaan
sebagai kemampuan untuk memengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan dan
dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah
patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun
tidak langsung memengaruhi tindakan-tindakan pihak-pihak lainnya.
Unsur-unsur
kekuasaan adalah sebagai berikut.
a.
Rasa Takut
Perasaan takut terhadap
seseorang (yang merupakan penguasa) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala
kemauan dan tindakan penguasa (orang yang ditakuti) tadi. Rasa takut merupakan
perasaan negatif karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan
terpaksa. Orang akan berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan keinginan orang
yang ditakutinya agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan menimpa
dirinya seandainya dia tidak patuh. Rasa takut merupakan gejala universal yang
terdapat di mana-mana dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat
yang mempunyai pemerintahan otoriter.
b.
Rasa Cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan
yang pada umumnya positif. Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak
pihak yang berkuasa untuk menyenangkan semua pihak. Artinya, ada titik-titik
pertemuan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah
mendarah daging (internalized) dalam diri seseorang atau sekelompok orang. Rasa
cinta yang efisien seharusnya dimulai dari pihak yang berkuasa. Jika ada suatu
reaksi positif dari masyarakat yang dikuasai, kekuasaan akan dapat berjalan
dengan baik dan teratur.
c.
Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul
sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat
asosiatif.
d.
Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin
masih dapat disangkal oleh orang-orang lain. Akan tetapi, dalam sistem
pemujaan, seseorang atau sekelompok orang yang memegang kekuasaan mempunyai
dasar pemujaan dari orang-orang lain. Akibatnya segala tindakan penguasa
dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar.
C.Konflik Sosial dalam
Masyarakat
1. Faktor-Faktor Penyebab
Konflik
a. Perbedaan Individu,
meliputi Perbedaan Pendirian dan Perasaan
Setiap manusia merupakan individu yang unik. Setiap orang
memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
b. Perbedaan Kepentingan
antara Individu atau Kelompok
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Terkadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
Disini jelas
terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi,
sosial, dan budaya.
c. Perbedaan Latar Belakang
Kebudayaan Sehingga Membentuk Pribadi-Pribadi yang Berbeda
Setiap individu, sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu
konflik.
d. Perubahan-Perubahan nilai
yang Cepat dan Mendadak dalam Masyarakat
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi
perubahan yang berlangsung cepat atau bahkan mendadak, dapat memicu terjadinya
konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses
industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai
lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
2. Jenis-Jenis Konflik
Jenis-jenis konflik yang ada di masyarakat, antara lain
sebagai berikut.
a. Konflik
antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan
dalam keluarga atau profesi (konflik peranan (role)).
b. Konflik
antara kelompok-kelompok sosial (antarkeluarga atau antargank).
c. Konflik
kelompok terorganisir dan tidak terorganisir.
d. Konflik
antarsatuan nasional (kampanye, perang saudara).
3. Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan
kelompok lain.
b. Keretakan
hubungan antarkelompok yang bertikai.
c. Perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, atau saling
curiga.
d. Kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e. Dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
4. Cara Mengatasi Konflik
Konflik dapat diatasi dengan jalan Akomodasi. Akomodasi
adalah usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertikaian atau konflik dalam
rangka mencapai kestabilan. Pihak-pihak yang berkonflik, kemudian saling
menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan bekerja sama.
Akomodasi
ini terjadi pada orang-orang atau kelompok yang mau tidak mau harus bekerja
sama, sekalipun dalam kenyataannya mereka masing-masing masih memiliki paham
yang berbeda atau bertentangan. Tanpa akomodasi dan kesediaan berakomodasi, dua
pihak yang berselisih paham tidak mungkin
bekerja sama untuk selama-lamanya.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Perbedaan tingkat pendidikan,
kekayaan, status atau perbedaan kelas sosial tidak Cuma memengaruhi perbedaan
dalam hal gaya hidup dan tindakan, tetapi menimbulkan sejumlah perbedaan dalam
berbagai aspek kehidupan menusia. Misalnya peluang hidup dan kesehatan, peluang
bekerja dan berusaha, respon terhadap perubahan, sosialisasi dalam keluarga,
dan perilaku politik.
Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional, kelompok
yang disegani dapat berupa tokoh-tokoh agama atau orang-orang tertentu yang
dianggap sesepuh desa. Mereka dianggap telah banyak berjasa pada usaha
pembangunan masyarakat tersebut, misalnya pada masyarakat madura figur kiai
umumnya sangat desegani masyarakat setempat dan menjadi tempat bertanya
sekaligus menjadi orang yang terpercaya.