BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perilaku organisasi hakekatnya
mendasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri yang dikembangkan dengan pusat
perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Kerangka dasar
bidang pengetahuan ini didukung paling sedikit dua komponen, yakni individu-individu
yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku itu. Ciri
peradaban manusia yang bermasyarakat senantiasa ditandai dengan keterlibatannya
dalam suatu organisasi tertentu. Itu berarti bahwa manusia tidak bisa
melepaskan dirinya untuk tidak terlibat pada kegiatan-kegiatan berorganisasi.
Masyarakat kita ini adalah masyarakat organisasi. Manusia hidup dilahirkan
dalam organisasi, di didik oleh organisasi, dan hampir dari semua manusia
mempergunakan waktu hidupnya bekerja untuk organisasi. Waktu senggangnya
dipergunakan untuk bermain-main, berdoa, di dalam organisasi. Demikian pula
manusia bakal mati di dalam suatu organisasi dan ketika sampai ke saat
pemakaman, organisasi masih tetap memegang peranan. Dari ungkapan ini jelaslah
bahwa manusia dan organisasi sudah menyatu dan bila dua komponen pendukung
perilaku organisasi berinteraksi akan melahirkan suatu kancah perdiskusian yang
semarak, yakni perilaku organisasi sebagai suatu titik perhatian ilmu tersendiri.
B. Rumusan
Masalah
· Apa itu
perilaku manusia ?
· Memahami
perilaku manusia di dalam organisasi
C. Tujuan
Penulisan
Penulisan ini merupakan penyelesaian
tugas dalam memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Administrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Perilaku
Perilaku
manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu
dengan lingkungannya. Sebagai gambaran dari pemahaman ungkapan ini, misalnya:
seorang tukang parkir yang melayani memparkir mobil, seorang mekanik yang
bekerja dalam bengkel, seorang karyawan asuransi yang datang kerumah menawarkan
jasa asuransinya, seorang perawat di rumah sakit, dan juga seorang mamajer di
kantor yang membuat keputusan. Mereka semuanya akan berperilaku berbeda satu
sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya
yang memang berbeda.
Individu
membawa kedalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan
kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah karakteristik yang
dipunyai individu, dan karakteristik ini akan di bawa olehnya manakala ia akan
memasuki sesuatu lingkungan baru, yakni organisasi atau lainnya. Organisasi
yang juga merupakan suatu lingkungan bagi individu mempunyai karakteristik
pula. Adapun karakteristik yang dipunyai organisasi antaranya keteraturan yang
diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang
dan tanggung jawab, sistem pengajian (reward system), sistem pengendalian dan
lain sebagainya. Jikalau karakteristik individu berinteraksi dengan
karakteristik organisasi, maka akan terwujudlah perilaku individu dalam
organisasi.
Perilaku
adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan
lingkungannya. Ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya
menentukan perilaku keduanya secara langsung. Individu dengan organisasi tidak
jauh berbeda dengan pengertian ungkapan tersebut. Keduanya mempunyai
sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik
ini berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.
B.Mencoba Memahami
Sifat-Sifat Manusia
Ilmu perilaku telah banyak mengembangkan cara-cara untuk
memahami sifat-sifat manusia. Konsep tentang manusia itu sendiri telah banyak
pula dikembangkan oleh para peneliti perilaku organisasi. Dan walaupun
konsep-konsep tersebut terdapat perbedaan satu sama lain, namun usaha
pengembangan pemahaman mengenai sifat manusia pada umumnya telah banyak
dilakukan. Salah satu cara untuk memahami sifat-sifat manusia ini ialah dengan
menganalisa kembali prinsip-prinsip dasar yang merupakan salah satu bagian dari
padanya. Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat kiranya dikemukakan sebagai
berikut.
1) Manusia
berbeda perilakunya, karena kemampuannya tidak sama.
Prinsip
dasar kemampuan ini amat penting diketahui untuk memahami mengapa seseorang
berbuat dan berperilaku berbeda dengan yang lain. Karena terbatasnya kemampuannya
ini, seseorang bisa berbuat menjahit satu celana dalam waktu 10 menit, orang
lain memerlukan 3 hari dalam hal yang sama. Karena kemampuan ini, seseorang
pimpinan bisa mengatasi persoalan yang rumit hanya memerlukan beberapa saat
saja, tetapi tidaklah demikian dengan pimpinan yang lain, ia memerlukan puasa
tiga hari tiga malam, berkonsultasi dengan seorang tua di suatu desa yang
diagung-agungkan, dan banyak cara yang dilakukan. Terbatasnya kemampuan ini
yang membuat seseorang manusia, tetapi jawaban manusia untuk mewujudkan
keinginannya itu terbatas, sehingga menyebabkan semua yang diinginkan itu tidak
tercapai.
Perbedaan kemampuan ini ada yang beranggapan karena
disebabkan sejak lahir manusia ditakdirkan tidak sama kemampuannya. Ada pula
yang beranggapan bukan disebabkan sejak lahir, melainkan karena perbedaannya
menyerap informasi dari suatu gejala. Ada lagi yang beranggapan bahwa perbedaan
kemampuan itu disebabkan kombinasi dari keduanya. Oleh karenanya kecerdasan
merupakan salah satu perwujudan dari kemampuan seseorang, ada pula yang
beranggapan bahwa kecerdasan seseorang itu juga berasal dari pembawaan sejak
lahir, ada pula yang beranggapan karena didikan dan pengalaman. Namun demikian
ada pula yang membenarkan bahwa kecerdasan (IQ) seseorang itu dipengaruhi oleh
tingkat keterbatasan karena adanya pembatasan-pembatasan physis (physiological
limitations).
Lepas dari setuju atau tidak setuju dari
perbedaan-perbedaan tersebut ternyata bahwa kemampuan seseorang dapat
membedakan perilakunya. Dan karena perbedaan kemampuannya ini maka dapat
kiranya dipergunakan untuk memprediksi
pelaksanaan dan hasil kerja seseorang yang bekerjasama di dalam suatu
organisasi tertentu. Kalau kita berhasil memahami sifat-sifat manusia dari
sudut ini, maka kita akan faham pula mengapa seseorang berperilaku yang berbeda
dengan yang lain di dalam melaksanakan suatu kerja yang sama.
2) Manusia
mempunyai kebutuhan yang berbeda.
Ahli-ahli
ilmu perilaku umumnya membicarakan bahwa manusia ini berperilaku karena
didorong oleh serangkaian manusia
kebutuhan. Dengan kebutuhan ini dimaksudkan adalah beberapa pernyataan
di dalam diri seseorang (internal state) yang menyebabkan seseorang itu berbuat
untuk mencapainya sebagai suatu obyek atau hasil.
Kebutuhan
seseorang berbeda dengan kebutuhan orang lain. Seseorang karyawan yang didorong
untuk mendapatkan tambahan gaji supaya bisa hidup 1 bulan dengan keluarganya,
tingkah perilakunya jelas akan berbeda dengan karyawan yang didorong oleh
keinginan memperoleh kedudukan agar mendapatkan harga diri di dalam masyarakat.
Kadangkala seseorang yang sudah berhasil memenuhi kebutuhan yang satu, misalnya
kebutuhan mencari makan atau papan, kebutuhannya akan berlanjut dan berubah
atau berkembang. Ia akan menempatkan kebutuhan yang ingin dicapai itu berganti
dengan kebutuhan yang lain. Kebutuhan yang sekarang mendorong seseorang,
mungkin akan merupakan hal yang potensial dan juga mungkin tidak, untuk
menentukan perilakunya di kelak kemudian hari.
Pemahaman
kebutuhan yang berbeda dari seseorang ini amat bermanfaat untuk memahami konsep
perilaku seseorang di dalam organisasi. Hal ini bisa dipergunakan untuk
memprediksi dan menjelaskan perilaku yang berorientasi tujuan di dalam
kerjasama organisasi. Ini juga dapat menolong kita untuk memahami mengapa suatu
hasil dianggap penting bagi seseorang, dan juga menolong kepada kita untuk
mengerti hasil manakah yang akan menjadi terpenting untuk menentukan
spesifikasi individu.
3) Orang
berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak.
Kebutuhan-kebutuhan
manusia dapat dipenuhi lewat perilakunya masing-masing. Didalam banyak hal,
seseorang dihadapkan dengan sejumlah kebutuhan yang potensial harus dipenuhi
lewat perilaku yang dipilihnya. Cara untuk menjelaskan bagaimana seseorang
membuat pilihan di antara sejumlah besar rangkaian pilihan perilaku yang
terbuka baginya, adalah dengan mempergunakan penjelasan teori expectancy. Teori
ini berdasarkan atas proposisi yang sederhana yakni bahwa seseorang memilih
berperilaku sedemikian karena ia yakin dapat mengarahkan untuk mendapatkan
sesuatu hasil tertentu (misalnya mendapatkan hadiah-hadiah atau upah, dan
dikenal oleh atasan yang menarik baginya karena sesuai dengan tuntutan
kebutuhannya). Teori Expectancy ini berdasarkan suatu anggapan yang menunjukkan
bagaimana menganalisa dan meramalkan rangkaian ia mempunyai kesempatan untuk
membuat pilihan mengenai perilakunya.
Berikut
ini menunjukkan pertimbangan seseorang di dalam melakukan sesuatu tindakan
dengan memperhitungkan beberapa faktor antaranya:
a) Probabbilitas
jika ia mengambil serangkaian usaha ia akan mampu untuk mencapai tingkat
pelaksanaan kerja yang diharapkan (Expectancy U - P atau Expectancy antara Usaha
dan Pelaksanaan).
b) Jika
tingkat pelaksanaan kerja itu dicapai, maka probilitasnya bahwa hal itu akan
mengarahkan pencapaian hasil-hasil (EX. P – H atau Expectancy antara
Pelaksanaan kerja dan Hasil yang akan dicapai).
c) Daya
tarik dari hasil, nampaknya sebagai hal yang menaikkan pelaksanaan kerja.
d) Suatu
tingkat dimana hasil merupakan daya tarik tambahan, disebabkan karena kemampuan
hasil untuk memimpin kearah tercapainya hasil lain yang diinginkan.
Dengan model ini dapat dipahami bahwa kekuatan yang mendorong
seseorang untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu akan menjadi besar,
manakala individu tersebut:
a) Percaya
bahwa pelaksanaan kerja pada suatu tingkat yang diinginkan itu memungkinkan
(tingginya expectancy U - P).
b) Percaya
bahwa perilakunya akan memimpin kearah pencapaian suatu hasil (terdapatnya
expectancy P – H yang tinggi).
c) Dan
apabila hasil-hasil tersebut mempunyai nilai yang positif (mempunyai daya tarik
yang tinggi).
Sebagai contoh, berikan sejumlah
pilihan-pilihan perilaku (misalnya 10, 15, atau 20 unit produksi setiap jamnya
atau pergi bekerja atau istirahat sepanjang hari). Model di atas akan
memproduksi bahwa individu akan memilih perilaku yang memberikan dorongan
motivasi yang besar.
Seseorang kemudian memutuskan untuk
berperilaku dalam cara yang dirasakan mempunyai kesempatan yang terbaik untuk
menhasilkan hasil-hasil yang positif.
Perlu kiranya dicatat bahwa model
expectancy ini tidak bisa dipergunakan untuk meramalkan bahwa seseorang akan
selalu berperilaku dalam cara yang terbaik agar supaya tercapai tujuan yang
diinginkan. Model ini hanya membuat asumsi-asumsi bahwa seseorang membuat
keputusan yang rasional itu berdasarkan pada persepsinya terhadap
lingkungannya. Tetapi hal itu bukan berarti menduga (assume) bahwa seseorang
mempunyai informasi yang menyeluruh dan akurat, ketika ia membuat
keputusan-keputusan tersebut. Seseorang selalu berhenti mempertimbangkan
pilihan-pilihan perilaku, jika ia mempunyai paling sedikit kepuasan yang hanya
bersifat moderat, walaupun perilaku yang memberikan penghargaan tetap
dipertimbangkan. Pengamatan untuk memilih perilaku yang mana yang tepat adalah
memboroskan waktu dan tenaga, oleh karenanya tidaklah ayal kalau manusia
terbatas daya eksplorasinya untuk memilih tersebut, dan tetap mendapatkan hasil
yang tidak memuaskan. Seseorang juga terbatas kemampuannya dalam menangkap
semua informasi dalam satu ketika dan hasil yang dihubungkan dengan banyak
perilaku adalah teramat komplek. Oleh karenanya adalah sulit bagi seseorang untuk
mempertimbangkan sesuatu hasil itu berasal dari perilaku tertentu.
4) Seseorang
memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan
kebutuhannya.
Model
expectancy, seperti halnya dengan banyak hampiran yang dipergunakan untuk
memahami perilaku, menduga bahwa orang berperilaku itu menurut persepsinya
terhadap dunia ini. Ini menunjukkan bahwa persepsi mengarahkan kepada suatu
kepercayaan tentang pelaksanaan kerja apakah yang memungkinkan, dan hasil-hasil
apa yang akan mengikuti pelaksanaan kerja tersebut.
Memahami
lingkungan adalah suatu proses yang aktif, dimana seseorang mencoba membuat
lingkungannya itu mempunyai arti baginya. Proses yang aktif ini melibatkan
seseorang individu mengakui secara selektif aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan,
menilai apa yang dilihatnya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu, dan
mengevaluasi apa yang dialami itu dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan
dan nilai-nilainya. Oleh karena kebutuhan-kebutuhan dan pengalaman seseorang
itu sering kali berbeda sifatnya, maka persepsinya terhadap lingkungan juga
akan berbeda. Suatu contoh, orang-orang yang berada dalam organisasi yang sama
seringkali mempunyai perbedaan di dalam berpengharapan (expectancy) mengenai
suatu jenis perilaku yang membuahkan suatu penghargaan, misalnya naiknya gaji
dan cepatnya promosi.
Lingkungan
lebih banyak memberikan kepada manusia objek dan peristiwa dibandingkan dengan
kemampuan manusia itu sendiri untuk memahami obyek dan peristiwa tersebut. Oleh
karenanya seseorang di dalam memahami suatu organisasi pada suatu saat
tertentu, ia tidak mengetahui banyak aspek dari lingkungan. Aspek-aspek
lingkungan yang diketahui dan yang sudah berjalan adalah merupakan bagian dari
sifat dari obyek dan peristiwa itu sendiri, dan merupakan juga bagian dari
pengalaman masa lalu dari seseorang. Suatu obyek yang teristimewa di dalam
suatu organisasi biasanya banyak dikenal terjadi pada proses-proses kerja yang
lumrah dan biasa dikenal oleh banyak orang, dibandingkan dengan yang terjadi pada
proses yang tidak lumrah. Surat memo yang tertulis, kemungkinan dianggap tidak
istimewa di dalam memberikan bahan-bahan masukan pada karyawannya. Tetapi suatu
rapat dengan pimpinan perusahaan di kafetaria yang jarang terjadi dianggap
mempunyai keistimewaan yang tinggi dan akan banyak dikunjungi oleh para
karyawan. Sebagai tambahan keterangan mengenai hal-hal yang istimewa ini,
proses belajar dimasa yang lewat dariseseorang anggota organisasi akan
memainkan peranan di dalam menentukan apa yang diketahui. Anggota organisasi
belajar untuk membedakan hal-hal apa yang mereka anggap perlu mendapatkan
perhatian agar supaya terpenuhi kebutuhannya, dan hal-hal apa yang tidak perlu
dipandang sebagai yang terpenting.
Walaupun
suatu peristiwa atau suatu obyek diketahui atau diperhatikan, hal tersebut
bukanlah menjamin bahwa peritiwa atau obyek tadi dipahami secara akurat. Suatu
obyek atau peristiwa tertentu akan memberikan arti bagi seseorang di dalam
suatu organisasi, adalah dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhannya. Obyek atau
peristiwa seringkali ditafsirkan agar supaya sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilainya. Sifat yang spesifik dari
penyalah tafsiran (distortion) terhadap suatu obyek atau peristiwa tertentu
ini, adalah sulit untuk diramalkan. Banyak faktor-faktor yang idiosinkretik
yang ikut terlibat baik pada sifat suatu obyek atau peristiwa maupun pada
hal-hal yang bersifat psikologis dan emosional dari seseorang.
5) Seseorang
itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang (affective).
Orang-orang
jarang bertindak netral mengenai sesuatu hal yang mereka ketahui dan alami. Dan
mereka cenderung untuk mengevaluasi sesuatu yang mereka alami dengan cara
senang atau tidak senang. Selanjutnya, evaluasinya itu merupakan salah satu
faktor yang teramat sulit di dalam mempengaruhi perilakunya dimasa yang akan
datang.
Perasaan
senang dan tidak senang ini akan menjadikan seseorang berbuat yang berbeda
dengan orang lain di dalam rangka menanggapi sesuatu hal. Seseorang bisa puas
mendapatkan gaji tertentu karena bekerja di suatu tempat tertentu, orang lain
pada tempat yang sama merasa tidak puas. Kepuasan dan ketidakpuasan ini
ditimbulkan karena adanya perbedaan dari sesuatu yang diterima dengan sesuatu
yang diharapkan seharusnya diterima. Sesuatu jumlah yang oleh seseorang dirasakan
harus diterima sangat kuat dipengaruhi oleh sesuatu yang diterima oleh orang
lain. Orang acapkali membandingkan apa yang ia terima dalam suatu situasi kerja
tertentu dengan apa yang diterima orang lain dalam situasi yang sama. Jika
hasil perbandingannya ia rasakan tidak adil, maka timbullah rasa tidak puas
terhadap hasil yang diterima.
Hasil
perbandingan ini kadangkala kurang informasi mengenai bahan masukan (input) dan
hasil yang dicapai oleh orang lain tersebut. Sehingga pemahamannya terhadap
hasil yang dibandingkan itu tidak tepat. Hal seperti ini dapat dikatakan bahwa
orang membuat salah persepsi (misperception) terhadap suatu hasil yang dicapai
oleh orang lain yang mengakibatkan kurang tepatnya proses perbandingannya.
Oleh
karena salah persepsi ini merupakan gejala yang umum dan merupakan bidang yang
amat penting untuk diketahui, maka amatlah sulit bagi pimpinan organisasi untuk
mendistribusikan beberapa penghargaan seperti misalnya kenaikan gaji dan
promosi pada suatu cara yang dapat memberikan kepuasan pada semua pihak.
6) Banyak
faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang.
Pada
awal pembicaraan ini, telah dikemukakan bahwa perilaku seseorang itu adalah
suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Dalam
bagian ini akan disimpulkan pembicaraan mengenai proses pemahaman sifat-sifat
manusia yang telah dikemukakan mulai dari butir pertama sampai dengan butir
kelima.
Telah
disinggung di depan beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana seseorang itu
terangsang untuk berperilaku, dan telah ditekankan pula bahwa kemampuan
seseorang adalah suatu pengaruh yang amat penting di dalam pelaksanaan kerja.
Organisasi sebenarnya bisa mempengaruhi perilaku seseorang dengan cara mengubah
satu atau lebih faktor-faktor penentu dari perilaku individu, hanya saja tidak
ada satupun dari faktor-faktor tersebut yang mudah diubah. Tetapi semuanya
terbuka untuk dipengaruhi.
Kebutuhan-kebutuhan
dan kemampuan tertentu umumnya sulit dipengaruhi, karena mereka sering dibatasi
oleh sifat-sifat psikologis dari seseorang, latarbelakang dan pengalamannya.
Semuanya ini adalah diluar kemampuan organisasi untuk mempengaruhi. Expectancy
dan kemampuan tertentu yang dihasilkan dari proses belajar, di satu pihak
adalah terbuka pula untuk dipengaruhi, selama keduanya itu dihasilkan dari
interaksi lingkungan kerja. Pengaruh langsung dari lingkungan tempat bekerja
ini akan memberikan pengaruh dalam perubahan perilaku seseorang. Berdasarkan
teori expectancy, bagian-bagian lingkungan yang ikut menciptakan terjadinya
suatu yang diinginkan adalah penting diketahui, karena hal ini bisa menyebabkan
terjadinya motivasi. Oleh karena itu nampaknya masuk akal kalau setiap pimpinan
memahami dari hasil-hasil yang diinginkan oleh orang-orang dalam lingkungannya,
yang kemudian dapat dikembangkan dalam suatu rencana kerja.
Perilaku
seseorang itu ditentukan oleh banyak faktor. Adakalanya perilaku seseorang
dipengaruhi oleh kemampuannya, adapula karena kebutuhannya dan ada juga yang
karena dipengaruhi oleh pengharapan dan lingkungannya. Oleh karena banyaknya
faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, maka seringkali sesuatu organisasi
akan menghadapi kesulitan di dalam menciptakan suatu keadaan yang memimpin
kearah tercapainya efektivitas pelaksanaan kerja.
Seorang
manajer yang memikirkan untuk menciptakan suatu kondisi yang baik untuk
efektivitas pelaksanaan kerja, posisinya adalah sama halnya dengan posisi
seorang pelatih permainan sepak bola yang merancang suatu permainan yang
efektif. Agar permainannya bisa bekerja, ada dua hal yang perlu mendapat
perhatian, yakni bermain yang baik dan faktor keberuntungan. Dari kedua hal
ini, pelatih akan mengenal hal manakah dari keduanya yang menentukan permainan
efektif tersebut. Kemudian hal yang sudah diketahui itu dikembangkan.
Dengan
percontohan permainan sepak bola tersebut, dapat kiranya dipahami bahwa di
antara banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, kiranya perlu
diadakan penelitian yang seksama faktor-faktor yang manakah yang dominan di
dalam mempengaruhi perilaku tersebut. Dari faktor yang sudah diketahui ini
kemudian dikembangkan untuk mendapatkan efektivitas pelaksanaan pekerjaan bahwa
seseorang dalam organisasinya, perilaku untuk menciptakan efektivitas kerja
banyak ditentukan karena kebutuhannya maka pimpinan dapat merancang suatu
rencana kerja yang mengarah terpenuhinya kebutuhan tersebut. Kalau seandainya
disebabkan karena kemampuan karyawan, maka pimpinan dapat merencanakan peningkatan
kemampuan tersebut baik dengan jalan latihan jabatan atau disekolahan. Demikian
seterusnya.
C.Beberapa Hampiran Untuk
Memahami Perilaku
Ada beberapa hampiran yang dikembangkan oleh para ahli ilmu
perilaku untuk memahami perilaku manusia yang berinteraksi dengan
lingkungannya. Hampiran (approach) pemahaman perilaku itu pada umumnya dapat
dikelompokkan atas tiga hampiran, yakni: Hampiran kognitif, hampiran penguatan
(reinforcement), dan hampiran psikoanalitis.
Hampiran Kognitif
Hampiran ini
pada dasarnya menekankan pada peranan individu atau person dalam hubungan.
Hampiran kognitif ini meliputi kegiatan-kegiatan mental yang sadar seperti
misalnya berfikir, mengetahui, memahami dan kegiatan konsepsi mental seperti
misalnya, sikap, kepercayaan dan pengharapan yang semuanya itu merupakan faktor
yang menentukan di dalam perilaku. Di dalam hampiran kognitif ini terdapat
suatu interes yang kuat dalam jawaban (respone) atas akibat dari perilaku yang
tertutup. Sebab di dalam hal ini sulit mengamati secara langsung proses
berfikir dan pemahaman, dan juga sulit menyentuh dan melihat sikap, nilai, dan
kepercayaan. Teori kognitif harus dipergunakan sebagai sarana yang tidak
langsung untuk mengukur apa yang dilihat sebagai faktor yang amat penting di
dalam perilaku.
Ada tiga hal
yang umum terdapat di dalam pembicaraan teori kognitif ini. Tiga hal itu antara
lain: elemen kognitif, struktur kognitif, dan fungsi kognitif. Berikut ini akan
diuraikan ketiga hal tersebut.
-
Elemen Kognitif
Teori kognitif percaya bahwa perilaku
seseorang itu disebabkan adanya suatu rangsangan (stimulus), yakni suatu obyek
fisik yang mempengaruhi seseorang dalam banyak cara. Teori ini mencoba melihat
apa yang terjadi diantara stimulus dan jawaban seseorang terhadap rangsangan
tersebut. Atau dengan kata lain, bagaimana rangsangan tersebut diproses dalam
diri seseorang. Suatu contoh, jika seseorang menawarkan kepada anda untuk
membakar buku ini dengan hadiah Rp. 100.000,- dan anda setuju untuk
melakukannya, maka disini ada stimulus sejumlah uang dan respon membakar buku. Teori
kognitif mencoba memusatkan penjelasan pada proses yang terjadi antara
penawaran sejumlah uang dan kegiatan pembakaran tersebut. Proses ini seperti
misalnya tingkah laku anda terhadap bukunya sendiri, nilai-nilai relatif anda
terhadap pendidikan dan uang, kepercayaan anda dalam hal penilaian orang
tersebut pada anda, dan pengharapan anda yang sebenarnya sehingga mau menerima
hadiah uang Rp. 100.000,-.
-
Struktur Kognitif
Menurut teori kognitif, aktivitas
mengetahui dan memahami sesuatu (cognition) itu tidaklah berdiri sendiri.
Aktivitas ini selalu dihubungan dengan dan rencana disempurnakan oleh kognisi
yang lain. Proses penjalinan dan tata hubungan di antara kognisi-kognisi ini
membangun suatu struktur dan sistem. Struktur dan sistem ini dinamakan struktur
kognitif. Sifat yang pasti dari sistem kognitif ini tergantung akan
karakteristik dari stimuli yang diproses kedalam kognisi, dan pengalaman dari
masing-masing individu.
Struktur kognitif bisa berupa
bermacam-macam bentuk. Ia mempunyai sejumlah hal dan bisa menghasilkan
konsekuensi-konsekuensi yang berbeda. Adapun hal-hal yang dimilki oleh struktur
kognitif ini antara lain:
1) Struktur
kognitif mempunyai perbedaan atau kekomplekan yang jamak, yang semuanya itu
ditentukan oleh sejumlah dan bemacam-macamnya kognisi-kognisi yang berbeda dan
yang menghasilkan sistem kognisi tertentu. Suatu sistem yang terdiri dari dua
kognisi seperti contoh diatas, adalah amat sederhana. Tetapi suatu sistem yang
terdiri dari ratusan atau ribuan kognisi, maka sistem tersebut merupakan sistem
yang komplek. Misalnya kognisi tentang perang yang mungkin bisa terdiri dari
ratusan atau ribuan kognisi, teristimewa bagi seseorang yang pernah mengalami
peperangan sendiri, maka akan dipertimbangkan sebagai sistem kognisi yang
komplek.
2) Harta
milik kedua dari struktur kognitif adalah kesatuannya suatu sistem atau
consonance. Jika kognisi didalam suatu sistem itu bersetujuan (agreement), maka
consonance dari sistem itu tinggi dan jika suatu sistem itu terdiri dari
kognisi-kognisi yang saling bertentangan maka sistem itu rendah konsonannya.
Jika sesuatu yang kita ketahui mengenai Eddi adalah hal yang tidak menyenangkan
dan tidak menarik (tak terpuji) maka sistem kognitifnya tinggi konsonannya.
Seseorang yang mempunyai pengalaman baik buruk maupun menyenangkan dalam
perang, yang mengasosiasikan dengan burung-burung gagak dan merpati akan
mendapatkan suatu sistem kognitif tentang perang yang rendah konsonannya.
3) Harta
milik ketiga dari struktur kognitif ini adalah adanya suatu sistem yang saling
terjalin, atau adanya suatu tingkat yang menyatu dengan sistem lainnya. Ketika
sistem kognitif yang banyak saling berhubungan maka sistem ini membentuk suatu
ideologi. Ketika semuanya tidak mempunyai saling keterjalinan atau kalau ada
hanya sedikit di antara sistem-sistem kognitif, maka orang tersebut dikatakan
mempunyai sistem yang terbagi-bagi tidak menyatu.
-
Fungsi Kognitif
Sistem kognitif mempunyai beberapa fungsi. Diantara
fungsi-fungsi itu anata lain:
1) Memberikan
pengertian
Menurut teori kognitif,
pengertian terjadi jika suatu kognitif baru dihubungan dengan sistem kognitif
yang telah ada. Kognisi memerlukan atribut-atribut tertentu, tergantung pada
bagaimana ia berinteraksi dengan satu atau lebih sistem kognitif.
2) Emosi
atau konsekuensi yang menunjukkan sikap (perasaan)
Interaksi antara kognisi dan
sistem kognitif tidak hanya memberikan pengertian pada kognisi saja, tetapi
dapat pula memberikan konsekuensi-konsekuensi yang berupa sikap atau perasaan.
Sikap atau perasaan ini misalnya perasaan senang dan tidak senang, baik atau
buruk, benci atau cinta, dan lain sebagainya.
3) Sikap
Menurut teori kognitif jika
suatu sistem kognitif dari sesuatu memerlukan komponen-komponen yang mengandung
afektif (emosi) maka sikap untuk mencapai suatu tujuan atau objek itu telah
terbentuk. Bersatunya sistem kognitif dan komponen afektif menghasilkan
tendensi perilaku untuk mencapai sesuatu objek. Sikap seseorang itu mempunyai
kognitif (pengetahuan), afektif (emosi) dan tindakan (tendensi perilaku). Sikap
anda terhadap sigaret terdiri dari komponen-komponen kognitif seperti berikut:
·
Sigaret tidak baik untuk kesehatan.
·
Anda mungkin tahu bahwa perokok yang
berat itu bisa meninggal karena kangker paru-paru.
·
Anda merasakan tidak nyaman setelah merokok.
·
Beberapa kawan anda adalah perokok.
·
Satu sigaret yang dirokok setelah
makan siang akan menghasilkan keadaan yang tidak menyenangkan.
·
Anda tidak bisa konsentrasi ketika
sedang merokok
·
Dan lain ssebagainya.
4) Motivasi
Relevansi teori kognitif
untuk menganalisa dan memahami perilaku manusia yang mudah diamati adalah
terletak pada motivasi dari perilaku seseorang.
Hal ini disebabkan karena:
a) Perilaku
itu tidak hanya terdiri dari tindakan-tindakan yang terbuka saja, melainkan
juga termasuk faktor-faktor internal, seperti misalnya berfikir, emosi,
persepsi dan kebutuhan.
b) Perilaku
itu dihasilkan oleh ketidakselarasan yang timbul dalam struktur kognitif.
Hampiran Penguatan
(Reinforcement Approach)
Teori penguatan ini tumbuh berkembang
bermula dari usaha analisa eksperimen tentang perilaku yang dilakukan oleh
psikolog kenamaan Ivan Pavlov dan Edward Thorndike.
Pavlov melakukan penyelidikan atas
perilaku anjing percobaannya yang dikenal dengan penyelidikan reflek berkondisi
atau juga dinamakan konditioning yang klasik. Jalan penyelidikannya dapat
dikemukakan sebagai berikut: Ivan Petrivic Pavlov mengamati air liur yang
keluar dari mulut anjing. Percobaannya, manakala ia menekan tombol dan
mengeluarkan makanan. Setiap tombol itu ditekan dan kemudian muncul makanan,
maka reaksi anjing tersebut selalu mengeluarkan air liur. Air liur itu dapat
dilihat dengan jelas dalam pengukur. Menurut Pavlov makanan yang muncul
tersebut disebutnya rangsang tidak berkondisi, dan air liur anjing yang melihat
makanan itu dinamakan reflek tidak berkondisi.
Edward Lee Thorndike melakukan
penyelidikan atas beberapa jenis binatang seperti misalnya kucing, burung dan
anjing untuk mengetahui proses belajar coba dan salah (trial and error).
Penelitiannya terkenal dengan rumus hukum tentang efek (law of effect) dan
hukum latihan (law of exercise) atau hukum guna dan tidak berguna (law of use
and house).
Dua orang ahli ini memberikan
kontribusi yang besar sekali terhadap pemapanan dari hampiran penguatan ini.
Konsepsi Penguatan
(Reinforcement Concept)
Istilah reinforcement (penguatan)
secara konsepsial sangat erat hubungannya dengan proses psikologi lainnya yang
dikenal dengan motivasi. Memang ada kecenderungan dan godaan yang berusaha
menyamakan antara reinforcement dengan motivasi. Motivasi sebagai suatu dasar
dari proses psikologi adalah sangat luas dan komplek dibandingkan dengan
reinforcement ini. Kebutuhan (need) yang merupakan pusat perhatian dari
motivasi berlandaskan pada kognitif dan kebutuhan tersebut merupakan pernyataan
di dalam diri setiap orang yang sulit diamati atau dilihat.
Konsepsi penguatan menjelaskan bahwa
stimulus adalah sesuatu yang terjadi untuk merubah perilaku seseorang. Suatu
stimulus dapat berupa benda fisik ataupun berupa materi. Ia dapat diukur dan
diamati. Dan semua stimulus dapat dijumpai di dalam lingkungan manusia. Adapun
respon adalah setiap perubahan dalam perilaku individu.
Ada dua yang seringkali mendapat
perhatian dalam konsepsi penguat (reinforcement) ini. Dua hal tersebut ialah:
1) Pemadaman
(extinction)
2) Hukuman
(punishment)
Hampiran Psikoanalitis
Hampiran psikoanalitis ini
menunjukkan bahwa perilaku manusia ini dikuasai oleh personalitasnya atau
kepribadiannya. Pelopor dari psikoanalitis ini ialah Sigmund Freud, yang telah
menunjukkan betapa besar sumbangan karyanya pada bidang Psikologi, termasuk
konsepsinya mengenai suatu tingkat ketidaksadaran dari kegiatan mental. Dia
juga menandaskan bahwa hampir semua kegiatan mental adalah tidak dapat
diketahui dan tidak bisa didekati secara mudah bagi setiap individu, namun
kegiatan tertentu dari mental ini dapat mempengaruhi perilaku manusia. Freud
menganalisa mimpi sebagai suatu studi dari ketidaksadaran tersebut. Dia
mengatakan bahwa mimpi itu adalah suatu bentuk pengharapan yang menyenangkan
yang kemudian memberikan ekses bagi seseorang terhadap kegiatan
ketidaksadarannya. Konsepsi Freud tentang sifat dan pentingnya tingkat
ketidaksadaran dari kegiatan mental, membentuk dan menjadi sadar dari
pendekatan psikoanalitis ini.
D.Susunan Kepribadian
Seperti dikatakan di depan bahwa
pusat perhatian dari pendekatan psikoanalitis ini adalah kepribadian. Ia
diartikan sebagai suatu sistem yang dinamis dan memberikan dasar dari semua
perilaku. Kepribadian terdiri dari tiga sub sistem.
Konsepsi Id
Pada dasarnya Id adalah subsistem
dari kepribadian. Ia adalah penampungan dan sumber dari semua kekuatan jiwa
yang menyebabkan berfungsinya suatu sistem. Id ini seringkali dilukiskan
sebagai kawah mendidih yang berisi pengharapan dan keinginan-keinginan yang
memerlukan pemuasan secepatnya. Pengharapan-pengharapan ini berasal dari
insting-insting psikologi yang dipunyai setiap orang sejak lahir. Di dalam
rangka mencari pemuasan dari keinginan-keinginannya Id tidak terbelenggu oleh
faktor-faktor pembatas seperti etik, moral, alasan, atau logika. Oleh karenanya
tidaklah heran jika terdapat dua hal yang bertentangan terjadi bersama-sama
dalam satu Id.
Id secara tetap merupakan suatu upaya
untuk mendapatkan penghargaan, pemuasan, dan kesenangan. Upaya ini secara pokok
diwujudkan lewat libido dan agressi. Libido mengarah pada hubungannya dengan
keinginan seksual dan kesenangan-kesenangan, tetapi juga kehangatan, makanan,
dan konfortabel. Pada individu-individu yang berkembang, dewasa dan matang,
mereka belajar untuk mengendalikan Idnya jangan sampai berkembang menjadi
pengrusak. Untuk itulah agama mengajarkan agar keimanan pada Tuhannya
senantiasa dipupuk, dan dibina secara sempurna.
Konsepsi Ego
Kalau Id di muka diterangkan sebagai
sumber dari ketidaksadaran manusia, maka Ego menunjukkan sebaliknya ialah
sumber rasa sadar. Ia mewakili logika dan yang dihubungkan dengan
prinsip-prinsip realitas. Ego merupakan subsistem yang berfungsi ganda yakni
melayani dan sekaligus mengendalikan dua sistem lainnya (Id dan Superego)
dengan cara berinteraksi dengan dunia luar atau lingkungan luar (external
environment). Ego mengembangkan kepentingan Id dengan menghubungkan ke dunia
luar untuk mendapatkan pemuasan-pemuasan keinginannya. Dengan kata lain Ego
bertindak sebagai perantara bagi Id. Tujuan Ego adalah untuk melindungi
kehidupan ini dengan cara menafsiri dan menggali apa yang terjadi di dalam
lingkungan luar, sehingga Ego menjadi sadar tentang apa yang terjadi di dunia
dan apa yang dialaminya. Ia dapat mengembangkan suatu fasilitas untuk menimbang
dan belajar guna menyesuaikan dan bertindak sesuai dengan lingkungannya. Ego
akan bereaksi terhadap keinginan-keinginan Id dengan mempertimbangkan terlebih
dahulu apakah keinginannya itu dapat memuaskan atau tidak. Karena di satu pihak
Id menuntut dipenuhi kesenangan dengan cepat, tetapi dipihak lain Ego berusaha
menekan, menolak atau menundanya dengan mencarikan waktu dan tempat yang lebih
sesuai untuk memenuhi kesenangan tersebut. Agar supaya Ego dapat mengatasi
konflik dengan Id, maka ia banyak
mendapat bantuan dari Superego.
Konsepsi Superego
Superego sebenarnya adalah kekuatan
moral dari personalitas. Ia adalah sumber norma atau standard yang tidak sadar
yang menilai dari semua aktivitas ego. Superego menetapkan suatu norma yang
memungkinkan Ego memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah. Ia juga dapat
bertindak sebagai mediator terhadap hukuman dari penyimpangan-pemyimpangan
norma. Superego berkembang dari saling interaksinya ego dengan masyarakat.
Seseorang tidaklah sadar akan cara kerja superego. Kesadaran dalam superego
dikembangkan lewat penyerapan dari nilai-nilai kultural dan moral dalam
masyarakat. Sebenarnya, orang tua merupakan salah satu faktor yang amat penting
didalam pengembangan superego dari anak-anak.
Superego membantu seseorang dengan
menolong Ego melawan impulsanya Id. Namun dalam keadaan tertentu superego dapat
juga berlawanan sehingga menimbulkan konflik dengan Ego.
E.Perspektif Hampiran
Freudian
Model Freud sebenarnya ditandai dengan
konflik dari konstruksi personalitas, dan motivasi ketidaksadaran seperti yang
telah dikemukakan di muka. Penyesuaian psikologi terjadi hanya ketika Ego
berkembang secara tepat untuk mengatasi konflik yang ditimbulkan dari Id dan
superego. Menurut konsep Ego, manusia itu rasional, tetapi menurut Id, superego
dan motivasi tidak sadar, memberikan kesan bahwa manusia itu tidak rasional.
Hampiran Freudian menyatakan bahwa perilaku manusia itu didasarkan atas
emosional. Jikalau Ego tidak mampu mengendalikan Id, maka seseorang itu menjadi
agresif, pencandu kesenangan dan dapat merusak masyarakat. Tetapi jika Id
terlampau sering dikontrol oleh Ego, maka seseorang itu sulit menyesuaikan diri
(maladjusted). Orang tersebut mendapat gangguan kehidupan seks yang tidak
normal dan terlalu pasif. Selanjutnya, jika superego terlalu kuat, maka
hasilnya orang tersebut menjadi cepat tersinggung dan merasa bersalah.
Freud telah memberikan pengaruh yang
besar pada banyak bidang pemikiran abad dua puluh ini. Sebagai suatu contoh ia
telah memberikan pengaruh terhadap teknik pengobatan penyakit mental, dan ia
pun telah memberikan andil di dalam mengembangkan pemahaman perilaku manusia
pada umumnya, dan khususnya secara tidak langsung pada perilaku organisasi.
Dalam banyak hal pendekatan psikoanalitis telah memberikan pengaruh terhadap
perilaku organisasi, termasuk di dalamnya hal-hal berikut ini.
1) Perilaku
Kreatif, seperti misalnya langkah-langkah tertentu dari proses kreatif yang
menurut sifatnya dapat digolongkan pada tindakan tidak sadar.
2) Ketidakpuasan.
Perilaku karyawan seperti misalnya melamun, lupa, acuh tak acuh, rasional, dan
juga ketidak hadiran dikantor, kelambatan, sabotase, pemabuk, semua ini dapat
dianalisa dalam istilah-istilah psikoanalitis.
3) Teknik-teknik
pengembangan organisasi, seperti misalnya analisa transaksi, yakni suatu usaha
untuk mengembangkan kecakapan komunikasi interpesonal, dan mengurangi peranan
permainan, demikian juga pengembangan kelompok atau tim pada tingkat tertentu,
kesemuanya ini juga termasuk pemikiran psikoanalitis.
4) Kepemimpinan
dan Kekuasaan. Perhatian yang diberikan pada otoritas dan dominasi di dalam
pendekatan psikoanalitis adalah dipancarkan dari studi tentang kepemimpinan dan
kekuasaan di dalam hubungannya pada tatanan perilaku organisasi.
Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa
buah pikiran Freud telah membuktikan mampu memasuki sedemikian jauh dari
bidang-bidang pengetahuan. Namun juga diakui banyak kritik dilontarkan
kepadanya terutama kritik yang berpusat pada usaha mengatasi motivasi seksual.
Di dalam unsur-unsur psikoanalitis
sebagian besar terdiri dari konstruksi hipotesa dan tidak bisa diamati. Id,
Ego, dan Superego, pada hakekatnya adalah seperti “peti hitam” (black box) dari
manusia (istilah ini pinjam dari istilah manajemen yang mempunyai pengertian
bahwa ada sesuatu di dalamnya tetapi tidak dapat dimengerti). Itulah sebabnya
mengapa hampir sebagian besar ahli-ahli perilaku modern menoak pendekatan
psikoanalitis sebagai penjelasan tunggal dari personalitas atau kepribadian dan
perilaku. Namun demikian pandangan-pandangan yang penting, terutama struktur
personalitas dan pendapat mengenai motivasi tidak sadar, adalah suatu usaha
yang signifikan untuk memahami perilaku manusia pada umumnya, dan butir-butir
tersebut diatas mempunyai implikasi yang pasti di dalam memahami aspek-aspek
tertentu dari perilaku organisasi.
BAB III
PENUTUP
Ø kesimpulan
Perilaku itu sendiri hakekatnya adalah suatu fungsi dari
interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Dilihat dari sifatnya,
perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara
berfikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya
berbeda satu sama lain.
Adapun hampiran atau pendekatan yang seringkali dipergunakan
untuk memahami perilaku manusia itu, adalah hampiran kognitif, reinforcement,
dan psikoanalitis.
Berikut ketiga hampiran tersebut, yang masing-masing dilihat
dari 6 hal, seperti misalnya : penekanannya, penyebab timbulnya perilaku,
prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat dari
kesadaran, dan data yang dipergunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Bennis, Warren G : “Leadership Theory and Administrative
Behavior”, Administrative Science Quarterly, December 1959.
Nigro, Felix A. Dan Nigro Lloyd G : The New Public Personnel
Administration, 2nd Edition, Itasca III, FF Peacock Publisher, 1981.
Luthans, Fred : Organizational Behavior, New York,
Mc-Graw-Hill Book Company, 3th, Edt
1981.
sebutsajarendy.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar